#trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

5.25.2009


Dalam bukunya, Design Elements - A Graphic Style Manual, Timothy Samara menjelaskan tentang 20 aturan membuat desain yang baik. Walaupun aturan ini sebenarnya ditujukan spesifik untuk desain grafis, namun hanya perlu sedikit penyesuaian di sana sini untuk menerapkannya pada desain presentasi. Saya akan mengutip aturan- aturan ini, disertai dengan contoh penerapannya pada desain presentasi. Namun sebelumnya, Timothy Samara menjelaskan bahwa aturan bukanlah bersifat seperti batasan baku, melainkan hanya panduan yang boleh dilanggar dalam kondisi yang tepat..

1. Have a concept.

Aturan pertama ini adalah yang paling mengena. Saya akan kutip persis dari bukunya: “Bila tidak ada pesan, tidak ada cerita, tidak ada ide, tidak ada narasi, atau tidak ada pengalaman yang layak dimiliki, maka suatu karya tidak bisa disebut sebagai desain grafis. Tidak peduli seberapa indah desain itu terlihat, namun tanpa pesan yang jelas, maka desain itu hanyalah cangkang yang, walaupun cantik, tetap kosong di dalamnya.” Wow, tepat sekali. Jangan hanya memikirkan konsep dari isi presentasi, namun konsep dari cara menyampaikannya pun harus menjadi perhatian.

2. Communicate - don’t decorate.

Aturan ini sangat terkait dengan aturan pertama. Dalam desain, bentuk atau tema yang dipilih haruslah mengkomunikasikan pesan secara tepat. Bila kita hanya berniat menghias presentasi dan memilih desain secara acak, bisa jadi kita akan gagal menyampaikan pesan yang dimaksud. Yang lebih parah, audiens kita malah bisa beranggapan kita tidak tahu cara menyampaikan pesan yang bermanfaat buat mereka, atau malah kita tidak peduli pesan apa yang bermafaat bagi audiens.

3. Speak with one visual voice.

Harmoni adalah unsur vital dalam sebuah desain. Ciptakan suasana di mana setiap unsur desain saling “berbicara” satu sama lain dengan bahasa visual yang sama. Bila ada elemen dari presentasi kita yang sepertinya “nggak nyambung” dengan yang lain, maka elemen ini akan terpisah dari harmoni keseluruhan, dan melemahkan kekuatan penyampaian pesan. Seringkali dalam membuat sebuah presentasi kita tidak hanya khilaf memisahkan satu elemen, namun justru kita sama sekali tidak memikirkan bahwa setiap elemen haruslah seirama dengan yang lain.

4. Use two typeface families maximum. OK, maybe three.

Pilih jenis typeface (font/huruf) yang akan digunakan sesuai dengan tujuan presentasi kita. Lalu gunakan hanya dua atau tiga jenis typeface. Saya sendiri malah lebih suka menggunakan satu jenis typeface. Bila butuh variasi, maka saya bisa mengeditnya menjadi bold, italic, atau mempermainkan warna dan besar kecilnya huruf. Typeace yang dipilih pun bisa mempengaruhi mood atau citra dari slide. Misalnya, kita tentu tidak akan menggunakan typeface yang aneh dan ramai bila ingin mencitrakan profesionalisme dalam presentasi kita. Banyak typeface memang sudah memilki citra tertentu (misal: huruf yang kaku, atau lucu, dll), namun ada beberapa typeface yang bersifat “netral”, seperti Helvetica, dan dapat dimanfaatkan dalam banyak macam presentasi.

5. Use the one-two punch!

Dari desain kita, bagian manakah yang kita inginkan dilihat terlebih dahulu oleh audiens? Buatlah penekanan pada bagian itu dengan ukuran yang lebih besar, warna yang berbeda dan menyolok, gambar yang mengesankan, dan cara-cara lain. Setelah itu arahkan pandangan audiens ke bagian lain berdasarkan tingkat kepentingannya. Kalau kita gagal memberikan fokus awal pada audiens, maka desain itu sudah bisa dianggap gagal.

6. Pick colors on purpose.

Anda tentu tahu bahwa warna memiliki makna emosional dan psikologis, dan tiap individu atau kelompok sosial yang berbeda bisa memaknai warna yang sama secara berbeda pula. Jadi jangan pilih warna secara acak dan sembarangan. Cari tahu apa arti warna tertentu bagi audiens Anda. Warna juga bisa digunakan untuk mengatur hierarki elemen-elemen dari presentasi, mana yang ingin Anda tekankan, mana yang ingin Anda samarkan. Manfaatkan warna untuk kekuatan presentasi Anda.

7. If you can do it with less, then do it.

Kalau kita bisa menyampaikan sesuatu secara lebih sederhana, kenapa harus pamer kemampuan dan merumitkan presentasi kita? Orang cerdas adalah orang yang bisa menyampaikan sesuatu yang rumit dengan sederhana sehingga dapat ditangkap banyak orang. Jadilah orang cerdas! Ingat, less is more.

8. Negative space is magical - create it, don’t just fill it up!

Ruang negatif (kadang disebut ruang putih, walaupun warnanya tidak putih) adalah ruang kosong dalam desain kita. Kebiasaan buruk kita dalam membuat presentasi adalah tidak membiarkan ada ruang kosong. Begitu ada ruang kosong, kita akan berusaha memasukkan tambahan foto, clipart, atau hiasan- hiasan lain yang justru merusak desain. Ruang kosong justru perlu diadakan untuk memberi penekanan pada bagian yang penting pada slide kita, sehingga audiens tidak akan kehilangan fokusnya untuk hiasan-hiasan yang tidak memberi nilai tambah pada penyampaian pesan.

9. Treat the type as image, as though it’s just as important.

Aturan yang satu ini memang lebih bisa dimengerti oleh para desainer. Yang dimaksud adalah seringkali kita memasukkan text dalam slide tanpa memperhatikan harmoninya dengan gambar atau desain slide secara keseluruhan. Hal ini menimbulkan teks tampak sebagai elemen terpisah yang mengurangi kekuatan desain secara keseluruhan. Harmoni seluruh elemen dalam presentasi harus dijaga, termasuk teks yang kadangkala harus dianggap sebagai gambar juga.

10. Type is only type when it’s friendly.

Ingat, teks harus bisa dibaca dan dimengerti! Kesalahan umum lain dalam presentasi adalah memilih jenis huruf, ukuran, dan warna yang susah dibaca. Jangan siksa audiens Anda dengan jenis huruf yang terlalu meriah, warna yang tidak kontras dengan latar belakangnya, dan juga ukuran yang terlalu kecil sehingga hanya bisa dilihat oleh audiens dengan menggunakan teropong. Teks harus dapat menyampaikan informasi. Pernyataan terakhir ini mungkin terlalu sederhana, namun seringkali kita abaikan dalam membuat presentasi.

0 komentar: